Selesai kuliah, waktu membaca juga ga pernah jadi masalah buat saya. Kecuali belakangan ini. Hampir 6 bulan kayaknya saya perlukan untuk menyelesaikan 1 buku yang sebenernya teramat ingin saya ketahui akhir ceritanya.
Seperti posting di blog 3 bulan yang lalu (what?? udah 3 bulan yang lalu ya terahir posting), saya memang susah menemukan waktu buat diri sendiri. Dulu suka baca kalo malam menjelang tidur, sekarang biasanya blm niat tidur udah ketiduran. Pagi meski udah bangun sepagi mungkin, tetep selalu gedabrutan nyelesein urusan domestik sebelum ternak teri (anter anak anter suami).
Jadi... saya berusaha menggunakan waktu luang diantara bangun dan ketiduran di malam hari itu buat baca. Saat jemput Raisha, kepagian 5-10 menit sementara Dinda tidur di car seat-nya, waktu anak2 masih pada tidur sore ketika saya sudah selesai masak dan bebenah (yang sangat jarang terjadi), saat sabtu-minggu anak2 dan bapaknya tidur siang bareng..., pokoknya setiap detik yang berharga dipake buat baca buku ini. No wonder tu buku jadi lecek buanget. Bukan ga cinta buku, tapi pepatah lecek tanda dibaca really works here...
Akhirnya, setelah perjuangan panjang menyempatkan waktu buat baca, selesai juga tu buku indah "The Kite Runner" karya pertamanya Khaled Hosseini.

Khaled piawai memilih kata-kata yang indah dan merangkainya menjadi narasi-deskripsi yang memukau. Perang Afghanistan yang menjadi latar cerita juga dideskripsikan dengan sangat baik oleh pengarang yang dalam kesehariannya adalah seorang dokter ini.
Sebagai novel pertamanya, The Kite Runner menurut saya luar biasa. Seru, indah, memukau...
Feels like you've read the best novel ever?
Wait until you read... A Thousand Splendid Suns :-)

And I found out it's not only a lip service. A Thousand Splendid Suns juga menggunakan Afghanistan sebagai tempat cerita mengalir dan kondisi sosial-budayanya sebagai latar. Mengisahkan dua wanita dengan jalan hidup sangat berbeda yang kemudian dipertemukan oleh takdir dalam suatu keadaan.
Alur cerita yang lebih kompleks, kemampuan Khaled yang lagi-lagi mengeksplorasi sisi psikologis para tokohnya dengan didukung oleh kemampuannya memilih dan mengolah kata, serta ketajamannya membuat deskripsi membuat novel ini jadi sangat memikat.
(Psssttt, kali ini saya menyelesaikannya dalam beberapa hari saja; soalnya Raisha udah libur demikian juga pengajian2 dah pada mulai libur).
Memang membaca adalah mebuka jendela dunia - setelah itu menjelajahlah jauh hingga ke ujung Liberia :D
ReplyDeletesaya blom pernah ke Afghanistan, dengan buku & film kite runner serta kisah dari kawan sejawat dari Afghanistan benar-benar membuka mata hati.
Seneng udh bisa mampir kesini, salam hangat dari afrika barat!
wow,,, jadi penasaran dengan "The Kite Runner."
ReplyDeletesperti nya byk pesan2 moral di dalam nya,,
harga nya berapa ya ?? :D
Akhirnya abis juga tuh buku di baca Wid, bagus kan...percaya donk ama Kang Alde nya...hehehe
ReplyDeletegue suka banget sama Kite Runner, Thousand Splendid Suns too... sayangnya, gue baca buku ini back to back. compares to Kite Runner, kayaknya Thousand Splendid Suns agak kurang... tapi sadisnya pol :D
ReplyDeletei love both books anyway :D